Politik Amerika Serikat saat ini mencapai puncak polarisasi antara kubu kiri dan kanan. Perbedaan pandangan semakin tajam, terutama dalam hal kebijakan ekonomi dan perdagangan. Begitu resmi menjabat sebagai presiden, Donald Trump langsung mengambil langkah agresif dengan menandatangani sekitar 85 Executive Order hanya dalam satu bulan pertama. Angka ini jauh melampaui jumlah perintah eksekutif yang diterbitkan oleh beberapa pendahulunya, seperti Barack Obama yang hanya menandatangani 16 Executive Order, serta Joe Biden dengan 10 Executive Order dalam periode yang sama. Langkah cepat dan drastis Trump mencerminkan keyakinannya bahwa kepemimpinan sebelumnya dianggap kurang tegas dalam memperjuangkan kepentingan Amerika Serikat di kancah global.
Salah satu kebijakan utama Trump adalah menerapkan tarif tinggi terhadap beberapa mitra dagang utama seperti Tiongkok, Meksiko, Kanada, dan Kolombia. Ia berupaya menekan negara-negara tersebut agar tunduk pada kepentingan ekonomi AS melalui langkah-langkah proteksionis. Namun, kebijakan ini tidak hanya memicu ketegangan perdagangan internasional, tetapi juga membawa dampak signifikan terhadap ekonomi global. Pengenaan tarif yang lebih tinggi menyebabkan gangguan pada rantai pasokan dan mendorong lonjakan harga barang, yang pada akhirnya meningkatkan inflasi ke level yang lebih tinggi. Padahal, dalam 30 bulan terakhir, inflasi mulai menunjukkan tanda-tanda stabilitas berkat kebijakan suku bunga yang diterapkan sebagai alat pengendali utama.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES